Rooftop Garden Mode Survival di Musim Hujan, Terong Jagoannya


dianti.site — Ada satu pertanyaan besar yang selalu muncul setiap kali masuk musim hujan.


“Aku ini petani rooftop atau pemain sinetron Indosiar yang tiap sore dijadwalkan meratapi hujan dengan adegan sedih?”


Awalnya niatku mulia, mau merawat kebun biar tetap produktif meski cuaca galau. 


Tapi realitanya?


Musim hujan tuh kayak manusia toxic yang datang tanpa permisi, pergi sesuka hati, dan ninggalin luka menyakitkan.


Mulai Berkebun, Tapi Cuacanya Kayak Lagi Prank


Sebagai pekerja rumahan yang sibuk nyambi jadi tukang spall spill, chef dadakan, dan tetangga yang jarang bersosialisasi, waktu berkebun tuh paling sering cuma sempet sore hari.


Masalahnya…


Setiap aku mau naik ke rooftop jam 4 atau 5 sore, H U J A N.


Bukan gerimis romantis ya besttt… tapi hujan deras tipe “kamu jangan berharap apa-apa dari hidup ini”.


Jadilah setiap sore aku berdiri di depan pintu rooftop sambil melongo, lihat air turun kayak efek slow-mo MV mellow.


“Yaudah deh tanaman… relakan saja nasibmu.”


POC: Dituang Dengan Cinta, Tersiram Ulang Oleh Semesta


Karena masih punya jiwa zero-waste, aku tetep rutin bikin POC dari dapur.


Setiap mau kasih POC, aku selalu semangat membara. 



Bawa wadah, naik ke rooftop, siap menyiram dengan kasih sayang.


Tapi ya itu dia…


Baru nyiram sebentar, langsung hujan.


POC yang kubuat penuh cinta langsung dilarutkan hujan seolah berkata:


“Udah ya, kamu gak usah capek-capek… biar aku yang ambil alih.” –hujan, probably.


Capek banget sumpah! Rasanya kayak ngisi bensin full tank tapi tumpah semua di jalan.


Melon Mati, Kangkung Kutilang, Jagung Kerdil


Mari kita mulai dengan yang paling tragis dulu…


1. Melon Gugur


Si melon kesayangan mati karena terlalu sering kehujanan.


Daunnya lepek, batangnya letoy, apalagi buah-buah kecilnya membusuk, overall vibes-nya… “let me rest”


Aku cuma bisa mengangguk pasrah sambil bilang:


“Best, kamu mati bukan karena gagal… tapi karena cuaca jahat.”


2. Kangkung Kutilang


Kangkungku tumbuh sih tumbuh… tapi ciamik banget alias kutilang: kurus, tinggi, langsing.


Kayak kangkung yang lagi diet ekstrem buat photoshoot cekrek cekrek, wkwkwk


Aku lihat batangnya yang kurus, aku cuma bisa tahan ketawa:


“Ini kangkung atau model runway Jakarta Fashion Week?”


3. Jagung Mini Kurang Gizi


Jagungku sempat berbuah, tapi kecil banget.


Bukan baby corn aesthetic, tapi lebih ke “aku malas tumbuh di cuaca begini.”


Kayak anak sekolah yang dipaksa upacara pas hujan rintik-rintik: hidup ada, tapi semangat nihil.


Gulma Tumbuh Subur


Sementara tanaman utamaku drama semua, gulma justru paling survive.


Daunnya hijau.

Tumbuh cepat.

Pede banget.

Seolah berkata:


“Tenang… kalau tanamanmu mati, aku tetap ada kok.”


Dari semua tanaman, gulma justru yang paling setia. Ironis banget!


Musim Hujan & Risiko Kesamber Petir: Aku Nggak Se-Strong Itu


Pernah kepikiran untuk tetap naik ke rooftop sambil hujan-hujanan?


Pernah.


Tapi setelah mikir:


“Aku mau berkebun atau mau viral di berita?”


Akhirnya aku memilih hidup lebih lama untuk merawat tanaman lain.


Karena ya… siapa juga yang mau berkebun sambil bawa POC, tangan basah, rooftop open air, dan langit kilat-kilat?


Nope.


Aku masih mau hidup bahagia well...


Plot Twist Bahagia: Terong Survive Seolah Kebal Segala Cuaca


Di antara semua tanaman yang menyerah seperti aku tiap lihat saldo e-wallet, ternyata terong adalah MVP musim ini.


Bukan cuma hidup, tapi tumbuh sehat dan berbuah.


Ada terong ungu bulat dan terong hijau bulat, dua-duanya tumbuh gagah tanpa drama.


Aku sampai bengong:


“Serius kalian kuat? Kalian tumbuh di dunia yang sama dengan melonku tadi?”


Terong ini beneran strong independent vegetable.


Akhir Musim, Akhir Drama: Aku Tetap Bertahan


Setelah semua tragedi itu, aku sadar satu hal.


Berkebun di musim hujan itu bukan tentang hasil… tapi tentang mental.


Belajar pasrah, belajar ikhlas, belajar terima kenyataan bahwa tanaman gak selalu sesuai rencana.


Tapi juga belajar senang, karena ada satu-dua tanaman (kayak terong) yang bikin kamu merasa semua usaha gak sia-sia.


Makanya, kalau mau mulai urban farming:


Siap-siap kecewa.


Siap-siap ketawa sendiri.


Siap-siap nyalahin hujan tiap sore.


Tapi juga siap-siap bahagia waktu ada satu tanaman survive kayak pahlawan.


Karena pada akhirnya…


“Kebun mungkin tak terawat, tapi perasaanku minimal tetap sehat,”


Eaaa~



7 komentar:

  1. Karena niat berkebun itu buat menyehatkan mental ya mbaa bukan malah bikin mental amburadul gak karuan gegara hujan yg sering datang tanpa permisi hehehe...btw aku jg lagi mo mulai berkebun di pollybag dh namen benih tapi kok gak tumbuh2 yaa..curiga aku benihnya kebawa hujan 🫣

    BalasHapus
  2. Bener-bener menginspirasii.. ka.
    Aku jadi nengok halamanku lagi pagi ini.. memang bukan urban farming style, tapi beneran healing banget yaah.. melihat ke halaman, jadi bersyukur kalau Allah kasih kemudahan tumbuhan ini bisa tumbuh dengan baik dan menghasilkan kebaikan.

    BalasHapus
  3. Ahahaa aku baca tulisan ini sambil ngakak mbak. Penggambaran suasana hati berkebun di roof top saat musim hujan yang kayak drama musikal wkwkwk.. Yang tabah yaaa... paling tidak si terong sudah menghibur dengan ketegaran sekokoh tembok cina.

    BalasHapus
  4. Masya allah.. Wish list satu ini mau berkebun banget. Apalagi banyak sekali healing nya seger mata juga

    BalasHapus
  5. Kereeen. Telaten banget yaaa berkebunnya. Ini saya baru mulai dari awal lagi mau nanam cabe dan sawi. Di tengah musim hujan kadang badai kadang petir.

    BalasHapus
  6. ya ampun mbak Dianti, aku bacanya senyum-senyum sendiri lho, bener curhatannya nih, harus siap dengan segala kondiis ya mbak, biarlah tanaman mau jadi apa, yang penting perasaan tetap terawat, aman terkendali

    BalasHapus
  7. Duh, aku tuh nggak bakat banget berkebun
    Mungkin karena kurang telaten ya
    Padahal seru juga berkebun itu

    BalasHapus